Emosi Dapat Mempengaruhi Otak. Bagaimana Penjelasannya?

artikel kesehatan Emosi Dapat Mempengaruhi Otak. Bagaimana Penjelasannya?
Medina Hospitals

#️⃣ Kesehatan

Bagikan:

Emosi adalah bagian penting dari kesehatan dan kesejahteraan mental. Karena pentingnya memahami perilaku manusia, para psikolog telah lama berupaya memahami akar penyebab emosi. Salah satu ciri umum emosi adalah menyebabkan perubahan aktivitas otak, fungsi tubuh, dan perilaku. Namun, terdapat perdebatan selama lebih dari seratus tahun tentang bagaimana urutan relatif perubahan otak dan tubuh berhubungan dengan pengalaman emosional itu sendiri. Bagaimana penjelasannya?

Penjelasan psikologis terkenal tentang emosi dari abad ke-19 yang disebut teori James-Lange mengemukakan gagasan bahwa perubahan fisik di dalam tubuhlah yang menyebabkan emosi, dan pengalaman subjektif kita terhadap emosi atau perasaan berasal dari otak kita yang mendeteksi emosi tersebut. Misalnya, jika Sahabat Medina melihat beruang, detak jantung akan meningkat, telapak tangan berkeringat, dan otot-otot menegang. Menurut teori James-Lange, Sahabat kemudian akan menafsirkan perubahan fisiologis ini sebagai ketakutan.

Aktivitas Otak

Pada paruh awal abad ke-20, teori Cannon-Bard menyatakan bahwa perubahan tubuh dan emosi terjadi pada saat yang bersamaan. Misalnya, jika Sahabat melihat beruang akan mulai merasa takut, dan pada saat yang sama detak jantung akan meningkat. Teori ini menunjukan bahwa terdapat perubahan detak jantung Ketika anda merasa ketakutan. Namun lain halnya dengan teori Cannon-Bard, ketakutan Sahabat tidak menyebabkan detak jantung meningkat, dan peningkatan detak jantung tidak menyebabkan rasa takut. Hal ini terjadi karna aktivitas otak yang perlu dilakukan untuk mendeteksi rangsangan yang memicu emosi, dan teori emosi yang lebih modern mengakui bahwa terdapat crosstalk antara otak dan tubuh.

Adanya Kontrol Top-Down Dan Bottom-Up

Kita mengetahui bahwa otak dan tubuh berhubungan erat. Otak mengirimkan sinyal ke organ dan otot rangka untuk mengontrol fungsinya, sebuah proses yang dikenal sebagai kontrol top-down (beralih dari otak ke tubuh). Namun, penting untuk menyadari bahwa tubuh terus-menerus dipantau oleh otak, dan perubahan fungsi organ dapat mengubah aktivitas otak. Perubahan fungsi organ ini dapat berdampak kuat pada emosi dan perilaku melalui apa yang dikenal sebagai proses bottom-up (peralihan dari tubuh ke otak).

Menguji secara tepat peran relatif pemrosesan top-down dan bottom-up dalam emosi manusia sulit dilakukan karena adanya batasan etis pada eksperimen yang menggunakan subjek manusia. Untuk menghindari kesulitan ini, para ilmuwan beralih ke model hewan non-manusia untuk memahami hubungan otak-tubuh dalam emosi. Namun, pada model hewan, sulit untuk mengukur secara tepat aktivitas jantung selama berperilaku, dan yang lebih sulit lagi adalah menemukan cara untuk mengontrol aktivitas jantung secara eksperimental.

Lebih lanjut terdapat dua penelitian terbaru menambah pengetahuan penting pada pemahaman kita tentang hubungan otak-tubuh selama emosi. Penelitian ini menggunakan tikus yang menjalani tes perilaku berbeda untuk mempelajari emosi ketakutan dan kecemasan.

Untuk lebih memahami respons emosional yang kompleks, Signoret-Genest dkk. mengembangkan cara inovatif untuk mengukur aktivitas jantung pada tikus secara tepat. Teknik ini memungkinkan mereka mengukur fungsi jantung selama berbagai tugas ketakutan dan kecemasan. Studi-studi ini menunjukkan bahwa keadaan ketakutan dan kecemasan terdiri dari serangkaian perubahan kompleks pada aktivitas jantung dan perilaku yang berhubungan dengan rasa takut. Meskipun ini mungkin tampak sebagai temuan intuitif, ini adalah pertama kalinya hal ini dicapai di laboratorium.

Temuan yang sangat penting dari penelitian ini adalah bahwa respons emosional tidak selalu sama dan berubah seiring dengan pengalaman, dan respons tersebut juga bergantung pada lingkungan di mana hewan tersebut berada. Jenis pekerjaan serupa sekarang dapat dilakukan pada model hewan yang menderita penyakit mental untuk memberikan wawasan yang dapat diterjemahkan kepada manusia.

Untuk memahami peran pemrosesan bottom-up dalam emosi, makalah terbaru yang ditulis oleh Hsueh, Chen et al. mengembangkan metode cerdas untuk menguji efek peningkatan detak jantung terhadap perilaku. Mereka mampu mengendalikan aktivitas jantung menggunakan teknik yang disebut optogenetika. Teknik inovatif ini menggunakan genetika dan biologi molekuler untuk memungkinkan para ilmuwan mengendalikan aktivitas listrik sel dengan cahaya, dan merupakan alat yang banyak digunakan dalam ilmu saraf. Karena sel-sel jantung bersifat listrik, penulis mampu mengembangkan metode yang memungkinkan mereka menggunakan optogenetika untuk mengontrol detak jantung.

Pendekatan ini memungkinkan mereka untuk meningkatkan detak jantung tikus selama melakukan perilaku yang berbeda, termasuk beberapa tes yang sama yang digunakan oleh Signoret-Genest et al. Menariknya, Hsueh, Chen, dkk. menemukan bahwa peningkatan detak jantung menyebabkan perilaku seperti kecemasan, tetapi hanya dalam situasi yang sudah memicu kecemasan. Para penulis kemudian menemukan bahwa area otak yang disebut insula diaktifkan selama peristiwa ini.

#️⃣ Kesehatan

Bagikan: